Minggu, 07 Mei 2017

Khadijahmu


Oleh Azizah Noor Qolam
            Sebelum perjumpaan kita berlangsung. Aku selalu berharap, suatu saat nanti ada seseorang yang meminangku dan bisa menerimaku apa adanya. Terutama dengan statusku yang tak satu pun perempuan menginginkannya. Seperti halnya Rasulullah SAW yang menerima Khadijah dengan tulus dan sepenuh hati.
Entah kebetulan atau tidak? Atau mungkin ini semua sudah suratan takdir dari Yang Mahakuasa. Kau datang ditemani tiga sahabatmu untuk menjalin sebuah perkenalan atau sering disebut ta’arufan denganku, yang bertujuan untuk menikahiku. Antara percaya dan tidak percaya. Kau benar-benar datang dan berdiri dihadapanku. Seseorang yang tak pernah aku kenal sebelumnya. Seseorang yang asing untukku. Kala itu aku tidak ingat akan doaku. Namun ketika aku menyadari kalau nama depanmu adalah Ahmad . Seperti dalam sejarah bahwa Ahmad adalah sebutan untuk Nabi Muhammad SAW. Dari sana aku merasakan, beta kuasa Allah itu besar. Dia benar-benar mendengarkan doaku. Hingga kau datang kembali untuk meminangku. Padahal aku sudah benar-benar pasrah saat itu. Pasrah menerima semua kenyataan yang akan terjadi. Termasuk sebuah penolakan.

Dan Allah menunjukkan keMahaagungan-Nya lagi, ternyata kau menerimaku dengan segala masa laluku yang pahit. Begitu tulus dan ikhlasnya hatimu. Setelah itu aku terus berdoa pada-Nya, jika Kau memang jodohku. Aku berharap semua proses yang akan kita jalani ke depan dilancarkan. 
Pertemuan demi pertemuan terlaksana. Bukan tanpa hambatan, tapi pasti saja ada rintangan di depanmu. Namun kau lalui dengan penuh keyakinan dan kesabaran. Hingga hari pernikahan pun Allah masih mengujimu. Dengan macetnya perjalanan ke rumahku, karena ada banjir yang terjadi. Bahkan kala itu pun aku menanti dengan pasrah. Jika ini akan terjadi maka lancarkanlah. Jika tidak maka berilah aku dan keluargaku kekuatan. Aku benar-benar menyerahkan semuanya pada Allah. Karena dia sang pengatur segala sesuatu yang terbaik. 
Setelah menantimu hampir 5 jam lebih. Akhirnya kau datang dengan menunggang kereta kencana. Karena bus tidak bisa masuk ke gapura. Namun tak apa. Dengan hadirnya dirimu telah melegakan hatiku. Kau tau, aku sangat bahagia memiliki suami sepertimu. Seorang suami yang bisa menerima keadaanku dengan ikhlas. Meski sampai detik sekarang pun rasa minder itu tetap ada dalam hatiku. Bagaimana jika teman-temanmu bertanya tentangku? Apa kau tidak malu? Jika ada beberapa temanmu yang sebelumnya mengenal aku? Atau pada seseorang yang pernah singgah di hatimu? Entahlah hanya kau yang bisa menjawab pertanyaan itu.
Dua bulan sudah kita membina keluarga. Belum ada tanda-tanda kehadiran sang buah hati yang jadi pelengkap rumahtangga kita. Aku ingin sekali merasakan bagaimana mengandung, melahirkan, dan merawat anak kita. 
Wahai suamiku! Izinkan aku menjadi Khadijah untukmu. Yang tidak pernah Rasul SAW duakan selama hidupnya, yang selalu menjadi penyejuk dan sandaran bagi Rasul SAW, yang selalu bersedia mengorbankan harta demi perjuangan Rasul SAW. Bahkan sampai beliau wafat pun dia masih mengisi hati Rasul SAW, hingga Siti Aisyah pun cemburu padanya.
Aku ingin seperti Khadijah. Yang memberikan kenangan indah untukmu. Hingga pada saat Allah SWT memanggilku, kau akan tetap mengenangku. Meski pun kala itu ada seseorang yang menggantikan posisiku. Aku ingin melahirkan anak darimu. Benih cinta dan kasih sayang kita yang diridhoi oleh Allah SWT. Seperti Khadijah memberikan keturunan kepada Rasul SAW. 
Impian dan cita-citaku untuk anak kita nanti, aku ingin mereka menjadih hafidz/hafidzah Quran. Yang kelak akan menaikan derajat kita di sisi-Nya. Karena tujuan terakhir hidupku adalah berjumpa dengan-Nya. 
Wahai suamiku tetaplah bersamaku! Menemaniku dalam suka maupun duka. Sampai suatu saat Allah menjemput salahsatu dari kita.
Cianjur, 8 Mei 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar