PERJALANAN HIDUP SEORANG ANAK TUKANG PUKUL
Judul Buku : Pulang
Penulis : Tere Liye
Nama Penerbit : Republika
Cetakan/Tahun Terbit : 3/2015
Tebal Buku/Jumlah Halaman : 13,5 x 20,5 cm/400 halaman
Novel ini menceritakan tentang Samad dan Midah memiliki seorang anak laki-laki yang bernama Bujang. Usia Bujang sudah menginjak lima belas tahun. Ia tinggal di Bukit Barisan, Sumatra. Dari hasil ladang padi-lah, mereka bisa bertahan untuk hidup. Tapi akhir-akhir ini, mereka mengalami kerugian. Bukan hanya mereka, seluruh warga desa itu juga. Karena serbuan babi hutan, ladang padi hancur. Samad berinisiatif untuk mendatangkan beberapa orang dari kota. Para pemburu yang hobi berburu babi hutan. Orang-orang itu telah tiba di Desa. Mereka mengalami kesulitan ketika menuju ke Desa. Sebab jalur yang harus dilewati, berupa lereng-lereng dan jurang terjal. Hingga salah satu mobil mereka tertinggal di belakang karena bannya kempes. Pemimpin rombongan itu tak lain yaitu Tauke Muda. Saudara angkat ayah Bujang.
Malam ini para rombongan sudah berhasil menghabisi babi-babi hutan. Meskipun mereka sempat mengalami kesulitan dengan turunnya hujan lebat ketika menghadapi empat babi besar, ditambah satu babi raksasa. Halangan itu bisa mereka lewati, Bujang-lah yang berhasil melumpuhkan Babi raksasa itu.
Pada saat rombongan akan kembali ke kota. Samad mendiskusikan sesuatu dengan Midah istrinya. Keinginan suaminya sungguh tak bisa ia terima. Bujang anak mereka satu-satunya, dan ibu mana yang ingin berpisah dengan putra kesayangannya. Namun Samad terus mendesak, akhirnya sang istri mengalah dan bujang pun ikut bersama rombongan Tauke Muda ke kota.
Bujang tiba di sebuah rumah yang megah. Rumah milik Tauke Muda. Banyak sekali orang yang tinggal di sini. Dulu pun sang ayah sempat tinggal di rumah ini, bekerja sebagai tukang pukul keluarga Tong. Dan dia sangat ditakuti oleh semua orang. Darah sang ayah ternyata mengalir dalam diri Bujang. Ia pun bermimpi untuk menjadi tukang pukul seperti Ayah. Kedatangannya ke rumah ini, pasti untuk bekerja sebagai tukang pukul. Namun dugaaannya meleset. Ia malah di suguhi dengan lembaran-lembaran soal dari Frans si Amerika untuk dikerjakannya dengan waktu yang ditentukan. Bujang dengan cepat bisa menyelesaikan soal-soal itu. Padahal di kampung, Ia tak sempat mengenyam pendidikan formal alias tidak sekolah.
Frans terperanjat dengan hasil yang di dapat si Bujang. Anak kampung itu memiliki kecerdasan otak di atas rata-rata terutama dalam bidang eksak. Tauke senang mendengar hasil tes bujang dari Frans. Dia pun memutuskan untuk menyekolahkan anak itu. Dan mengejar ketertinggalannya. Bujang menolak untuk bersekolah. Namun keinginan Tauke Muda tidak bisa diganggu gugat. Meski begitu, Bujang bersikukuh ingin menjadi tukang pukul seperti kakek dan ayahnya. Tauke pun menyerah. Anak itu sama keras kepalanya dengan Ayahnya. Ia pun mengadakan tes Amook. Jika Bujang lulus dalam tes ini, maka ia tak perlu sekolah dan menjadi tukang pukul. Dalam tes ini Bujang kalah. Mau tak mau, sekolah-lah yang menjadi pilihan terakhirnya. Berusaha untuk mengikuti ujian kesetaraan SD, SMP, dan SMA.
Setelah mendapatkan ijazah SMA, Frans mendaftarkan Bujang ke Universitas favorit di Ibu Kota. Bujang pun lolos seleksi dan resmi menjadi Mahasiswa di sana. Tauke Besar, yang dulu di sebut Tauke muda, merasa sangat senang dengan apa yang dicapai anak angkatnya itu. Bersamaan dengan itu, keluarga Tong juga akan pindah ke Ibu Kota. Identitasnya sebagai tukang pukul keluarga Tong, ia tutup rapat-rapat. Kopong-lah yang meminta izin kepada Tauke Besar untuk melatih Bujang menjadi tukang pukul. Akhirnya Bujang pun menjadi tukang pukul bersama temannya Basyir dan tukang pukul lainnya pada malam hari. Dan di siang hari ia belajar di kampus. Tak ada yang mencurigai Bujang. Karena ia berpura-pura mejadi orang yang lemah di hadapan para mahasiswa.
Lulus dari universitas dengan nilai yang memuaskan. Tauke Besar menyekolahkannya lagi ke Universitas di Amerika, tentunya dibantu oleh Frans. Di sana Bujang mengambil dua magister sekaligus. Gelar Magister yang dia ambil, keduanya mendapatkan nilai yang baik pula. Lagi-lagi, mendengar prestasi Bujang, Tauke Besar merasa sangat bahagia.
Tugas Frans sudah beres. Bujang akan kembali ke Indonesia. Dua puluh tahun berlalu begitu cepat. Benar yang dikatakan Frans, banyak sekali perubahan yang terjadi. Usaha Tauke Besar di dunia hitam maju dengan pesat. Beberapa daerah teritorial sudah dikuasai olehnya di Ibu kota.
Bujang pun tumbuh menjadi sosok yang sangat ditakuti. Ia mendapat gelar ‘Si Babi Hutan’. Sekali namanya disebut, orang yang mendengarnya pasti gentar. Kejadian menggetarkan pun terjadi antara keluarga Tong dan Lin. Keluarga Lin telah mencuri alat pemindai bernilai ratusan dollar milik keluarga Tong. Semua masalah harus segera selesai. Beberapa kali, Ia meminta untuk bertemu dengan keluarga Lin. Namun, keluarga Lin terus mangkir. Tak ada jalan lain selain, menemui Master Dragon untuk meminta solusi untuk masalah ini. Di Hongkong pertemuan antara dirinya dan Master Dragon terjadi. Tak hanya itu, di sana ada putra tertua keluarga Lin dan beberapa keluarga lain. Berbagai perdebatan terjadi. Master Dragon menengahi perdebatan dan menyuruh keluarga Lin dan keluarga Tong bertemu. Seluruh yang hadir pun menyepakati usulan itu.
Keluarga Lin mengundang Bujang untung datang ke Grand Lisabon lantai 40 di Makau. Gedung itu, sarang keluarga Lin. Datang kesana sama saja dengan mengundang kematian. Namun bujang tetap kesana. Dalam pertemuan yang singkat itu. Ia berhasil membunuh tetua keluarga Lin hanya dalam beberapa detik saja, jurus yang diajarkan guru Bushi berhasil merenggut nyawa pria tua itu. Yuki, Kiko, yang merupakan murid Guru Bushi juga ikut membantu. Dua gadis dengan pakaian turis jepang bertugas sebagai pengalih perhatian. Dan white bertugas membawa senjata amunisi. Misi kali ini sukses mereka lalui. Alat pemindai itu, sudah berada di tangannya sekarang. Dia akan pergi ke Manila untuk menitipkan barang berharga itu pada guru menembaknya Salonga.
Kondisi Tuake Besar semakin memburuk. Perebutan kekuasaan dan pengkhiatan pun terjadi. Basyir yang selama ini begitu di percaya oleh Tauke Besar. Tega mengkhianatinya dengan bersekongkol dengan Keluarga Lin. Dalam peristiwa ini Bujang, Tuake Besar, dan Parwez, sang pengelola keuangan berbagai perusahaan terpojok. Mereka bertiga masuk kedalam jebakan Basyir. Bujang sudah tak sanggup lagi melindungi Tuake Besar. Namun ketika Basyir akan menyerang mereka. Tiba-tiba Tuake Besar memencet tombol, kasur tempat mereka pun meluncur ke ruang bawah tanah.
Mereka menelusuri lorong itu. Lorong itu berakhir di sebuah tempat yang tidak ia kenal. Ternyata pengamanan ruangan sudah dipersiapkan oleh Kopong. Ketika sampai di rumah itu, mereka berdua sudah kehabisan tenaga dan pingsan.
Seorang bersorban mendekati Bujang dan Parwez yang baru tersadar. Dia adalah Tuanku Imam, masih kerabat Bujang. Dia memanggil Bujang dengan sebutan Agam. Itulah nama asli Bujang. Tuanku Imam memberitahu kalau Tuake Besar sudah meninggal dunia dan akan segera dimakamkan di rumah duka. Bujang merasa bersalah karena tak bisa menjaga Tauke Besar. Karena setelah kepergian Mamak dan bapak, hanya Tauke Besar yang ia miliki.
Adzan berkumandang membuat telinga Bujang sakit. Ia ingin lari saat itu juga. Tuanku Imam melihat kejadian itu. Lalu mengajaknya ke menara yang bisa mendengarkan adzan dengan sangat keras. Ia menceritakan tentang Ayah dan ibunya. Bagaimana perjuangan mereka mempertahankan cinta. Selama ini Bujang tak pernah sedikit pun menyentuh daging babi atau pun minuman keras. Itulah pesan mamaknya yang selalu ia jaga. Keimanan masih teguh dalam hati Bujang. Sebagaimana gelap dan kelamnya kehidupan. Pasti ada secercah cahaya yang menyinari dan ia pun akan kembali pulang pada-Nya.
Ia bingung harus bagaimana? Basyir sudah menguasai semua perusahaan keluarga Tong. Namun Tuanku Imam menyuruh Bujang untuk merebut kembali aset-aset Keluarga Tong. Mendengar kata-kata Tuanku Imam. Ia pun bertekad untuk merebut semua yang telah direbut oleh Basyir. Dengan dibantu Yuki, Kiko, Togar, dan White. Mereka mengepung gedung berlantai tiga puluh. Mereka berempat kewalahan menghadapi anak buah Basyir. Tersudut dan putus asa. Namun Salonga datang diwaktu yang tepat. Keluarga Tong pun kembali ketangan Bujang. Mungkin setelah ini ia akan merubah haluan Keluarga Tong ke arah yang terang, bukan dunia hitam dan Shadow economy yang selama ini digelutinya.
Pembaca bisa dengan mudah memahami isi pesan dalam buku ini. Karena dalam buku ini begitu banyak sekali ilmu yang diambil dan mengenalkan tentang kehidupan lain di luar sana. Bahasanya yang ringan memudahkan pembaca mencerna isi cerita dan mampu membawa mereka masuk kedalam cerita tersebut. Buku ini cocok untuk para remaja.
Namun ada satu kekurangan, dalam buku ini tidak tertera biodata penulis. Sehingga pembaca tidak bisa mengenal penulisnya.
Jadi, dari satu kekurang tersebut. Buku ini bagus untuk kalangan remaja dan mendidik untuk tetap teguh pada pesan orang tua. Sekelam apapun hidup pasti ada cahaya. Meskipun secuil.
(Alisa Septiyani Azizah, Garut)
(Alisa Septiyani Azizah, Garut)